Kelebihan organisasi Muhammadiyah
Muhammadiyah Bagaikan Raksasa Tidur | ||||
Di antaranya, bagi Muhammadiyah dakwah adalah sesuatu yang universal dan makro mencakup seluruh bidang-bidang profesi, pekerja sosial, penulis, bahkan aktifitas dan kinerja pimpinan, majlis, badan, bagian dalam Muhammadiyah sesuai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangganya diklaim sebagai bagian dari instrumen pelaksanaan dakwah itu sendiri, baik ditinjau dari sisi “das sein” dan “das solen” secara proses normatif dan teknis. Kondisi apologi ini merupakan icon dakwah Muhammadiyah yang faktual dan demokratik dari satu Muktamar ke Muktamar yang lain.
Satu abad aktifitas dakwah Muhammadiyah berlangsung dengan kelebihan dan kekurangannya. Kelebihannya terlihat antara lain pada keaktifan berkelanjutan dalam menegakkan “amar ma’ruf” yang masif, selalu mengedepankan pembaharuan (tajdid) yang autentik, tidak mengkultuskan ulamanya dan dialog antar jemaah dengan ustadz bukan sesuatu yang tabu. Muhammadiyah juga dinilai memiliki visi dan misi yang bagus dan Islami.
Selain itu Muhammadiyah diyakini sebagai organisasi sosial keagamaan yang terbesar di Indonesia, bahkan pakar sosial politik di Amerika Serikat menyebutkan Muhammadiyah sebagai organisasi Islam terbesar di dunia dengan amal usaha yang sudah banyak dimiliki seperti sekolah-sekolah mulai TK hingga Perguruan Tinggi, Panti-panti Asuhan, Rumah-rumah Sakit dan Klinik serta amal usaha lainnya yang tersebar di Indonesia.
Sedangkan kelemahan Muhammadiyah yang terlihat antara lain, kurang aktif dan berada di barisan belakang dalam penegakan “nahi mungkar” di tengah-tengah masyarakat yang heterogen serta penanganan kemiskinan masih bersifat sesaat dan mendadak, tidak berkesinambungan, seperti pada zakat fitrah, santunan anak yatim dan bencana alam.
Padahal jika melihat perkembangan organisasi keagamaan ini yang telah menyebar hampir di seluruh wilayah Indonesia dan sudah memiliki anggota yang banyak, Muhammadiyah sebenarnya merupakan sosok raksasa namun bagaikan raksasa sedang tidur yang perlu dibangunkan.
Kelemahan Muhammadiyah disebabkan metode “dakwah bil lisan” (dengan kata-kata) dan “dakwah bil hal” (dengan perbuatan) yang selama ini menjadi ciri khasnya, ternyata tidak dapat mengikuti irama dan gaya laju kebutuhan dan realitas kehidupan masyarakat yang heterogen.
Untuk itu diperlukan perubahan paradigma, modifikasi ataupun pengayaan model dan strategi dalam bentuk penekanan kembali secara berkelanjutan pada dakwah jama’ah dan dakwah kultural dengan menganulir habis masalah syirik, bid’ah, khurafat dan tahyul dalam zona warga Muhammadiyah, revitalisasi kehidupan anggota Muhammadiyah guna merealisasikan keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah, perlu mempertimbangkan dakwah virtual (dunia maya) seperti melalui internet, spiritual feacebook dan SMS dalam HP.
Kemudian perlu mengembangkan “dakwah bil lisan” dan “dakwah bil hal” dengan “dakwah bi as-siyasah” (dakwah wisata) dan memilitansikan “dakwah bi al-‘aduwiyyah” (inventarisasi anggota dan karyawan yang bekerja di lembaga amal usaha Muhammadiyah). Selain itu dakwah Muhammadiyah juga harus progresif spiritualisme yakni memfungsikan dan mengintegralkan unsur-unsur energi zikir (fikri, qauli dan fi’li = pemikiran, perkataan dan perbuatan) dalam kehidupan.
Selanjutnya akselerasi dakwah Muhammadiyah harus memperhatikan peta dakwah, realitas sosial dan kebutuhan masyarakat, perlunya pengembangan siaran radio dan televisi Muhammadiyah secara translokal dan transnasional serta perlunya bermitra dengan penguasa dan pengusaha tanpa harus meninggalkan ideologi Muhammadiyah (Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, Kepribadian Muhammadiyah, Matan, Keyakinan dan Cita-cita Hidup Warga Muhammadiyhah (MKCR), Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah dan 12 Tafsir Langkah Kehidupan Muhammadiyah).
Kesimpulan rumusan hasil seminar merekomendasikan agar pada Muktamar ke-46 di Yogyakarta tahun depan (2010), Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengapresiasi penguatan Majelis Pemberdayaan Masyarakat yang menangani persoalan kemiskinan dengan konsep “al-ma’un” yang memiliki konsep ilahiyah dan kerangka kemanusiaan, aksentuasi ketauladanan dalam Muhammadiyah secara ekstern dan intern, khususnya pada taraf jajaran pimpinan kepada anggota-anggotanya sebagaimana diajarkan Rasulullah Saw serta pemberdayaan kehadiran setiap warga dan simpatisan Muhammadiyah dalam setiap pengajian yang terjadwal sebab pengajian merupakan ruh energi Muhammadiyah.
Rumusan pemikiran hasil seminar dua hari ini dirangkum Sabtu (19/12) setelah memperhatikan pengantar Keynote Speech oleh Dr. H. Haedar Nashir, M.Si dan presentase makalah oleh 14 narasumber terdiri dari Prof. Dr. Azyumardi Azra, Prof. Dr. Syafiq A. Mughni, Dr. Yudi Latif, Dr. Abdul Mu’thi, Dr. Ahmad Norma Permata, Prof. Dr. A. Munir Mulkhan, Drs. M.. Chabib Chirzin, Dr. Ali Imran Sinaga M.Ag, Prof. Dr. H. Asmuni MA, Dr. Fatah Wibisono, Drs. Sukriyanto AR, M.Hum, Drs. Said Tuhuleley, Prof. Dr. Hj. St. Chamamah Soeratno dan Prof. Dr. H. Ilhamuddin Nst. M.Ag.
Sumber : http://www.umsu.ac.id/
Label: Agama ( religion )
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda